Lahirnya Kurikulum Merdeka dilator belakangi hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.
Untuk mengatasi hal
tersebut, Kemendikbudristek melakukan penyederhanaan kurikulum dalam kondisi
khusus (kurikulum darurat) untuk memitigasi ketertinggalan pembelajaran
(learning loss) pada masa pademi. Hasilnya, dari 31,5% sekolah yang menggunakan
kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi
dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi).
Efektivitas kurikulum dalam
kondisi khusus semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi
implementasi kurikulum secara lebih komprehensif. Dalam pemulihan pembelajaran,
sekarang sekolah diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang digunakan salah
satu adalah Kurikulum Merdeka
Apa itu Kurikulum Merdeka? Sebagai
bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya
disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka kurikulum
yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan
karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini
yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah: 1) Pembelajaran berbasis projek
untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila; 2)
Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang
mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi; 3) Fleksibilitas
bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan
lokal.
Bagaimana Prinsip
Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka ? Kurikulum Merdeka mencakup tiga tipe
kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1) Pembelajaran intrakurikuler yang
dilakukan secara terdiferensiasi sehingga peserta didik memiliki cukup waktu
untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Hal ini juga memberikan
keleluasaan bagi guru untuk memilih perangkat ajar yang sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik peserta didiknya; 2) Pembelajaran kokurikuler berupa projek
penguatan Profil Pelajar Pancasila,
berprinsip pembelajaran interdisipliner yang berorientasi pada
pengembangan karakter dan kompetensi umum; 3) Pembelajaran ekstrakurikuler
dilaksanakan sesuai dengan minat murid dan sumber daya satuan pendidik.
Alokasi jam pelajaran pada
struktur kurikulum dituliskan secara total dalam satu tahun dan dilengkapi
dengan saran alokasi jam pelajaran jika disampaikan secara reguler/mingguan.
Pelaksanaan pembelajaran
dalam Kurikulum Merdeka merupakan siklus yang melalui tiga tahapan berikut: 1.
Asesmen diagnostic. Guru melakukan asesmen awal untuk mengenali potensi,
karakteristik, kebutuhan, tahap perkembangan, dan tahap pencapaian pembelajaran
murid. Asesmen umumnya dilaksanakan pada awal tahun pembelajaran, sehingga
hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perencanaan lebih lanjut terkait
metode pembelajaran yang sebaiknya digunakan; 2. Perencanaan. Guru menyusun
proses pembelajaran sesuai dengan hasil asesmen diagnostik, serta melakukan
pengelompokan murid berdasarkan tingkat kemampuan. 3. Pembelajaran. Selama
proses pembelajaran, guru akan mengadakan asesmen formatif secara berkala,
untuk mengetahui progres pembelajaran murid dan melakukan penyesuaian metode
pembelajaran, jika diperlukan. Pada akhir proses pembelajaran, guru juga bisa
melakukan asesmen sumatif sebagai proses evaluasi ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Mengapa Kurikulum Merdeka
tidak diwajibkan untuk semua sekolah dan hanya dijadikan opsi? Kemendikbudristek
ingin menegaskan bahwa sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai kebutuhan dan konteks masing-masing
sekolah. Pemerintah mengemban tugas untuk menyusun kerangka kurikulum.
Sedangkan, operasionalisasinya, bagaimana kurikulum tersebut diterapkan,
merupakan tugas sekolah dan otonomi bagi guru. Sehingga, kurikulum antar
sekolah bisa dan seharusnya berbeda, sesuai dengan karakteristik murid dan
kondisi sekolah, dengan tetap mengacu pada kerangka kurikulum yang sama.
Dengan kebijakan opsi
kurikulum ini, diharapkan proses perubahan kurikulum nasional dapat terjadi
secara lancar dan bertahap. Sebab, proses perubahan kerangka kurikulum
membutuhkan pengelolaan yang cermat agar menghasilkan dampak perbaikan kualitas
pembelajaran dan pendidikan di Indonesia.
Apa kriteria sekolah yang
dapat menerapkan Kurikulum Merdeka? Semua sekolah yang berminat, dapat
menerapkan Kurikulum Merdeka untuk memperbaiki pembelajaran. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan kepala sekolah/madrasah jika ingin menerapkan Kurikulum
Merdeka: 1) Mempelajari materi yang disiapkan untuk kemudian memutuskan apakah
Kurikulum Merdeka akan diterapkan atau tidak; 2) Kepala sekolah melakukan
pendaftaran melalui halaman https://kurikulum.gtk.kemdikbud.go.id/ dan klik
Daftar Sekarang di bagian bawah halaman tersebut. Perlu dipahami, proses yang
dilakukan adalah melalui pendaftaran dan pendataan, bukan seleksi. Kurikulum
Merdeka dapat diterapkan di semua sekolah/madrasah tanpa terkecuali. Survei
yang dilakukan tersebut akan dijadikan acuan untuk melakukan pemetaan tingkat
kesiapan sekolah agar pemerintah dapat menyiapkan bantuan sesuai kebutuhan.
Apakah ada perubahan jam
pelajaran pada penerapan Kurikulum Merdeka? Tidak ada perubahan total jam
pelajaran. Hanya saja, jam pelajaran (JP) untuk setiap mata pelajaran
dialokasikan untuk 2 kegiatan pembelajaran: 1) pembelajaran intrakurikuler, dan
2) pembelajaran kokurikuler. Jika menghitung JP kegiatan belajar rutin di kelas
(intrakurikuler) saja, memang seolah-olah JP-nya berkurang dibandingkan dengan
K13. Namun, selisih JP tersebut akan dialokasikan untuk pembelajaran
kokurikuler.