Kepala
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Harya Wibisana bahwa sampai saat ini sudah
ada 92 persen PNS yang melakukan registrasi ulang elektronik. Seperti yang
ditargetkan semula bahwa 31 Desember BKN sudah memiliki data valid PNS.
"Deadline
31 Desember. Di Jakarta, Jawa target bisa selesai. Kalau Papua misalnya
kan kasihan dong. Tapi Jawa tetap. Tapi Maluku Papua nanti kita pikirkan
lagi," ungkapnya.
Dia
menambahkan, maksud pemutakhiran data melalui sistem online sendiri agar data
PNS lebih valid karena akan tertuang transparan. Cara ini juga lanjut dia bisa
meminimalisir kecurangan tentang ijazah palsu.
"Kita ingin dapatkan data PNS lebih baik. Karena isinya bukan kepegawaian
saja tapi mengenai kompetisi. Nah masalah ijazah palsu terdeteksi. Ini
melengkapi, membuat akurasi dan menyisir yang curang," bebernya.
Badan
Kepagawaian Nasional (BKN) masih melakukan pendataan ulang pegawai negeri sipil
secara elektronik ( E PUPNS ). Melalui kegiatan ini diharapkan seluruh
PNS mendaftar dan menguptodate data yang valid sebagai database kepegawaian. Namun dalam
perjalanannya BKN telah menolak sebanyak 1.500 PNS yang sudah melakukan
pendataan ulang dalam laman resmi BKN.
Apakah
pendaftaran tersebut merupakan PNS gadungan? Kepala Badan Kepegawaian Negara
(BKN) Bima Harya Wibisana enggan berspekulasi lebih jauh mengenai PNS yang
ditolak. Namun bisa saja sistem yang dimilikinya tidak valid terhadap
pendataan Ulang PNS yang dilakukan secara Online.
"Ada
1.500 yang ditolak. Mereka daftar tapi ditolak admin unit kami, karena namanya
memang tidak ada," kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Harya
Wibisana di Gedung Sate, Bandung, Selasa (27/10).
"Ditolaknya
mungkin ada orang lain ketika aplikasi masuknya ke tempat lain. Ini yang masih
akan dievaluasi. Takut ada kesalahan teknis atau tidak eksis (PNS)," terangnya
menambahkan.
Proses
pemutakhiran data yang dilakukan BKN memang masih terus dalam penyempurnaan.
Sehingga pihaknya masih melakukan evaluasi. Apalagi data PNS melakukan
registrasi ulang, yang tidak valid jumlahnya mencapai ribuan.
"Mudah-mudahan itu kesalahan teknis. Belum tentu salah juga (PNS).
Barangkali kesalahan teknis. Kita evaluasi, sekarang masih proses pendataan, karena
belum selesai," terangnya
Sumber:
merdeka.com